Presiden Joko Widodo menyebut aksi itu ditunggangi aktor-aktor politik. Sejumlah pihak mendesak Presiden harus menyebutkan siapa aktor politik itu. Secara terang-terangan Partai Demokrat menantang Presiden untuk mengungkap nama aktor itu.
Juru bicara partai Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan, dengan menyebutkan nama maka persoalan siapa di balik kerusuhan setelah aksi bisa menjadi jelas. "Pernyataan (Presiden) itu menimbulkan persepsi liar. Di kalangan masyarakat bisa timbul saling curiga satu dengan lainnya. Tentu tidak baik bagi kehidupan demokrasi yang sehat," ungkap dia, Sabtu (5/11).
Bagi Demokrat, jelas dia, adanya aksi damai karena rasa keadilan masyarakat yang terluka. Didi mengapresiasi aksi demo sempat berjalan tertib, namun menyayangkan berujung rusuh.
Reaksi serupa juga dilontarkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. "Presiden harus klarifikasi maksud pernyataannya itu. Siapa yang disebut sebagai aktor politik itu? Supaya tidak ada yang berspekulasi," kata Fadli dalam sebuah diskusi bertemakan "Politik dan Kebangsaan Kini" di Warung Daun, Jakarta Pusat.
Ia juga meminta agar Presiden menjelaskan tentang maksud apa yang ditunggangi dalam aksi itu. Saat aksi itu, Fadli Zon dan koleganya Fahri Hamzah ikut naik ke mobil komando untuk berorasi. Bahkan tidak hanya dia yang ikut aksi. Ada 11 anggota DPR turun ke jalan. "Massa kan jelas, mereka menuntut penegakan hukum tentang penistaan agama.
Kasus seperti penistaan agama pun pernah terjadi sebelumnya, banyak contoh kasus yang diproses secara hukum. Tapi kenapa, kok (kasus) Ahok ini tidak (segera) diproses secara hukum, kan seperti itu (tuntutan massa)," terangnya.
Terpisah, Koordinator GNPF MUI Bachtiar Nasir mempertanyakan pernyataan Presiden tersebut. "Aktor politik yang disebutkan presiden salah besar dan tidak mendasar. Kami tidak melakukannya. Kecuali presiden punya informasi sendiri dari Badan Intelijen Negara yang kemudian punya bukti sendiri," kata dia . Jika pun ada, menurut Bachtiar, itu di luar domainnya.
Pihaknya justru telah menangkap terduga provokator dari aksi yang berakhir rusuh kemarin. "Itu di luar domain kami. Penyusup kami lihat ada dari pihakpihak yang tidak dikenal," tutur Bachtiar.
Meski mengaku memiliki foto provokator berambut cepak, namun GNPF MUI tak menunjukkannya dalam jumpa pers tersebut. Pihaknya akan terus mengawal penanganan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Kami akan perhatikan baik-baik agar tidak ada pengkhianatan terhadap yang dijanjikan katanya dua minggu. Sampai melihat kepuasan masyarakat apakah keadilan sudah dijalankan atau belum," ujar Bachtiar.
Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Mulyadi P Tamsir meluruskan pemberitaan yang banyak menyudutkan organisasinya. Ada aksi provokasi di depan massa HMI. "Sesuai kesepakatan aksi HMI akan menarik diri bakda Shalat Magrib, namun karena posisi HMI berada dibarisan paling depan, membawa mobil komando dan 1 mobil Innova, maka tidak dimungkinkan untuk mundur. Sehingga kami dudukduduk di sekitar mobil menunggu aksi selesai. Tidak benar ada benturan aksi antara masa HMI dan FPI," kata Mulyadi. PB HMI meminta seluruh kadernya tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh pemberitaan media yang menyudutkan mereka.
Identifikasi Kelompok
Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi mengatakan amat terang benderang bagaimana aktor-aktor kunci memprovokasi, menghasut, dan menebar kebencian sehingga massa melakukan sejumlah tindak kekerasan.
"Polri harus menyelidiki dan menyidik termasuk melakukan penangkapan para aktor-aktor tersebut. Sikap tegas Presiden Jokowi tidak cukup hanya dengan menyesalkan anarkisme massa dan menunjuk adanya aktor politik yang bekerja," kata Hendardi.
Presiden dan khususnya Polri tidak boleh tunduk pada tekanan massa dalam penegakan hukum atas dugaan penistaan agama. "Jika tekanan massa anarki itu dipenuhi, maka dipastikan akan menimbulkan preseden serius dan membahayakan iklim penegakan hukum, dan bahkan marwah seorang presiden," ucapnya.
Di pihak lain, polisi bisa mengidentifikasi kelompok yang menggelar aksi Jumat kemarin. Ada dua kelompok yang muncul yakni kelompok damai dan rusuh. "Kentara sekali dalam aksi itu. Ada kelompok yang benar-benar ingin damai. Sebaliknya ada kelompok yang kerap memancing keonaran," ucap Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri.
Kelompok yang ingin damai, lanjut Boy, sudah pulang ke rumah masing-masing setelah perwakilan mereka diterima Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mencapai kesepakatan. Sementara, kelompok yang ingin rusuh, masih bertahan di sekitar Istana meskipun perwakilan mereka sudah diterima pemerintah.
Mereka memprovokasi aparat dengan melempari para petugas dengan menggunakan batu, botol dan pecahan kaca. Selain itu, ketika hendak dibubarkan, mereka melawan balik dengan cara memukul dengan bambu runcing. Salah satu pelaku kerusuhan sempat tertangkap kamera polisi. Boy menunjukkan foto pelaku itu.
"Ini adalah contoh kecil, apakah ini bagian dari unjuk rasa yang dilakukan para ulama? Atau elemen lain yang memang dengan sengaja datang untuk menciptakan kerusuhan?" lanjut dia.
Sebanyak 10 orang demonstran ditangkap dan diperiksa. Sejauh ini, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Usia mereka beragam, mulai dari yang paling muda 16 tahun hingga 38 tahun. Kesepuluh orang yang diduga provokator itu kebanyakan bukan berasal dari Jakarta.
Mereka berasal dari NTB dan berbagai daerah di Pulau Jawa. Tidak ada upaya represif dari personel mendapat apresiasi dari beberapa pihak. Indonesia Police Watch (IPW) memberi apresiasi atas kesabaran Polri dan TNI dalam mengendalikan aksi demo.
"Demo hanya diwarnai orasi dari masing-masing pimpinan massa. Sementara polisi hanya berjaga jaga dan beberapa di antaranya malah banyak yang ngobrol dengan para ustadz, habib, dan ulama yang ikut berdemo," ucap Ketua Presidium IPW, Neta S Pane.
Terkait kondisi politik Tanah Air yang menghangat ini, Presiden memutuskan untuk menunda agenda kunjungan kenegaraannya ke Australia. Semula Presiden diagendakan untuk bertolak ke Australia pada Sabtu (5/11) sampai Kamis (8/11) mendatang.
"Presiden sudah menghubungi Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull untuk menyampaikan kabar penundaan kunjungan tersebut. Presiden juga telah menugaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk membahas ulang penjadwalan kunjungan tersebut," demikian keterangan resmi Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Kepresidenan, kemarin. (sm/dtc/ant)