Wartawan Korban Kekerasan Aksi Demo Lapor Polisi

Muhammad Guntur
Jakarta, infobreakingnews Pada Sabtu, 5 November dini hari, salah satu wartawan media televisi swasta nasional, Muhammad Guntur, melaporkan tindakan pencurian dan penganiayaan yang dilakukan oleh beberapa pedemo dalam aksi unjuk rasa 4 November,
dan pada Minggu, 6 November, Guntur dipanggil Mapolres Jakpus untuk diperiksa sebagai pelapor dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kata Guntur, dia akan menambahkan satu pasal dalam surat laporan nomor 1547/K/XI/2016/RESTRO JAKPUS.

"Saya akan menambahkan pelanggaran Pasal 18 Undang Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang tindak kekerasan pada wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik," tegas Guntur di Mapolres Jakarta Pusat, Minggu (6/11/2016).

Dalam pasal 18 UU 40/1999 tentang Pers dijelaskan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Menurutnya, dengan menambahkan pasal dalam laporannya tersebut agar masyarakat mengetahui, tugas jurnalis dilindungi oleh UU. 

"Bukan sembarang kerja. Mereka beranggapan bisa melakukan kekerasan kepada kita (wartawan) tanpa ada proses hukum," tegasnya.

Pada saat unjuk rasa Bela Al Quran, 4 November, sekitar pukul 18.45 WIB, bagian belakang kepala Guntur dipukul dua kali oleh pedemo. Selain dipukul, dua kartu memori kamera diambil dan merusak kabel live U.

"Saya bawa id card, tapi id card saya juga diambil. Saya harap dengan ini, pelaku diproses secara hukum," ungkap Guntur.

Dalam proses hukum tersebut, Guntur didampingi oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). 

"Pengacara saya dari LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Pers," tutup Guntur.*** Nadya.


Subscribe to receive free email updates: