Nika dan Ayu, wisatawan lokal sedang menikmati keindahan alam serta segarnya angin di atas rumah pohon Bukit Cengklik hasil karya pemuda desa yang kreatif. (foto: ag-infoblora) |
Bukit di desanya yang tadinya kosong berupa lahan liar, digarap menjadi sebuah lokasi wisata yang menyuguhkan keindahan pemandangan alam. Gazebo, gardu pandang hingga rumah pohon mereka buat di atas bukit sebagai lokasi untuk hunting foto pemandangan dari berbagai sudut.
Para pemuda desa menarik uang jasa parkir kepada pengunjung yang hendak naik ke Bukit Cengklik. (foto: ag-infoblora) |
Saat ditemui Info Blora di lokasi, para pemuda penggagas objek baru ini justru tampak malu-malu untuk menceritakan sejarah dibukanya Bukit Cengklik untuk kegiatan wisata. Justru Ibu Sri Handayani istri Kepala Desa Bicak lah yang memberikan keterangan tentang asal mula dibukanya Bukit Cengklik.
"Awalnya ada 10 pemuda, salah satunya anak saya yang ingin berwisata ke luar kota. Namun karena ada sesuatu hal, maka rencana itu gagal. Setelah berdiskusi dan melihat potensi desa yang cukup bagus, maka mereka memutuskan untuk membuat sebuah rumah pohon di atas bukit. Ternyata setelah jadi, difoto, dan diupload ke facebook banyak yang suka. Dari situ terus berkembang hingga sekarang setiap hari bisa sampai 500 motor yang datang," beber Bu Sri Handayani.
sans-serif">
Mereka bergotong royong bersama-sama menata jalan tanjakan menuju puncak, membangun berbagai fasilitas hunting foto berupa gazebo hingga gardu pandang, hingga membersihkan sampah setiap sore hari.
"Jika ditotal dalam sebulan ya bisa Rp 30 juta lebih. Namun itu bukan langsung dibagikan kepada para pemuda desa yang tergabung dalam paguyuban Bocah'e Gunung Cengklik (BGC). Melainkan dikumpulkan dahulu untuk kas. Kami dari pihak pemerintah desa mendukungnya," ucapnya.
Ia mengatakan bahwa anaknya tersebut bekerja sebagai supir yang sering mengantar rombongan wisata ke Yogyakarta dan sekitarnya, sehingga keunikan dan kreatifitas lokasi wisata yang ada di berbagai kota berusaha diterapkan di Desa Bicak.
Area parkir dibawah Bukit Cengklik saat weekend dipenuhi pengunjung. (foto: ag-infoblora) |
"Semua dilakukan dengan sukarela, tidak mengharapkan imbalan uang. Uang yang diperoleh dari pendapatan parkir kendaraan pengunjung dikumpulkan untuk biaya operasional. Misalnya untuk beli kayu, membuat gardu pandang, perbaikan dan lainnya," jelas Bu Sri Handayani.
Menurutnya, di hari-hari biasanya pendapatan dari uang parkir kendaraan bisa mencapai Rp 1 juta hingga Rp 1,4 juta bersih. Sudah dikurangi biaya untuk makan dan minum para pemuda. Sedangkan saat akhir pekan pernah mencapai hingga Rp 2,5 juta dalam sehari.
Tak hanya membuat gardu pandang dan mengatur parkir, para pemuda di Desa Bicak juga peduli kebersihan lingkungan. Setiap sore mereka mengumpulkan sampah untuk dibawa turun bukit. (foto: ag-infoblora) |
Terkait keberadaan warung makanan dan minuman yang mulai bermunculan di atas bukit, pihaknya kedepan akan melakukan penataan. Mereka tidak ingin keindahan alam yang dijual kepada wisatawan terganggu dengan keberadaan tenda warung yang mulai didirikan di atas bukit. (ag-infoblora)