Jakarta, infobreakingnews - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menegaskan bahwa suatu organisasi massa (ormas) dilarang melakukan aksi sweeping karena tidak dibenarkan secara hukum.
"Sebuah ormas melakukan sweeping itu kan tidak dibenarkan oleh hukum. Sweeping itu kalau ada pelanggaran sesuatu oleh aparat keamanan yang resmi," kata Wiranto, hari ini.
Oleh karena itu, terhadap Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan aksi sweeping di sejumlah daerah, akan dilakukan penelitian lebih mendalam.
"Sedang kita garap itu (aksi FPI). Jadi kita akan melakukan suatu penelitian mempelajari itu dan apapun memang sebenarnya alasan apapun tidak boleh. Ini dipelajari. Nanti ada satu proses tersendiri. Nanti kita beritahukan," ungkapnya.
Secara terpisah, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mendukung bahwa aksi sweeping memang tidak baik dilakukan oleh ormas karena merupakan kewenangan aparat penegak hukum.
"Atas dasar apapun, kalau di antara kita ada yang merasa ada hal-hal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
tidak selayaknya, sebaiknya laporkan saja kepolisian. Kepolisian lah yang punya kewenangan untuk melakukan tindakan kekerasan atas nama hukum. Tidak boleh ada yang melakukan kekerasan tanpa landasan hukum," katanya yang ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/12).
Namun, terhadap tindakan aparat kepolisian yang mendukung tersebut, Lukman menyerahkannya kepada kebijakan di Kepolisian. Mengingat, ada aturan hukum yang berlaku di negara ini.
Sebagaimana diberitakan, massa yang mengatasnamakan FPI Jawa Timur mendatangi sejumlah pusat perbelanjaan di Surabaya pada Minggu (18/12) kemarin. Mereka melakukan sweeping dengan dalih menyosialisasikan fatwa MUI.
Namun, sayangnya aksi itu mendapat pengawalan Kapolrestabes Surabaya Kombes M Iqbal. Sedikitnya 200 polisi dari Satbara, Dalmas, dan Brimob Polda Jatim diterjunkan mengawal aksi ini.
Ditambah lagi, ada surat yang dikeluarkan oleh Kapolres Metro Bekasi dan Kapolres Kulon Progo yang merujuk fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 56 tahun 2016 tertanggal 14 Desember 2016. Yakni fatwa tentang hukum menggunakan atribut keagamaan nonmuslim oleh muslim sehingga meminta kepada pengusaha agar tidak memaksakan pengenaan atribut keagamaan itu kepada pegawai beragama Islam.
Dalam surat bernomor B/4240/XII/2016/Resort Bekasi Kota tanggal 15 Desember 2016 yang ditandatangani oleh Kombes Umar Surya Fana, polisi meminta pimpinan perusahaan untuk bisa menjamin hak beragama umat muslim dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya saat peringatan Natal 25 Desember 2016 dan Tahun Baru 2017.
Polisi juga mengimbau agar pengusaha tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan nonmuslim kepada pegawai muslim. Imbauan tersebut untuk mencegah timbulnya gangguan keamanan, dan ketertiban masyarakat.*** Ira Maya.