Portal Berita Internasional ~ Jakarta - Jalur sutra yang membuat Suku Uighur di Kota Kashgar Tiongkokmengenal Islam. Sejak saat itu, Islam terus berkembang dan menjadi agama mayoritas di Suku Uighur.
Salah satu jejak Islam yang masih kental, bisa kita temukan di pemakaman muslim Uighur. Pemakaman ini hanya ramai di hari Kamis. Suku Uighur percaya sebelum hari suci Jumat datang, mereka harus membersihkan diri. Salah satu caranya dengan mendoakan keluarga yang sudah berpulang.
Pemakaman ini terbilang unik dan sederhana, hanya menggunakan tanah liat sebagai nisan. Serupa bentuk dan warnanya, tidak ada tulisan tertera sebagai penunjuk nama dan tanggal.
Berabad silam, saat Jalur Sutra kuno, Kashgar adalah gerbang utama yang menghubungkan peradaban barat dan timur. Menjadi tempat pertemuan budaya antara China, Eropa dan Asia Selatan. Tapi sekarang kita masih bisa menemukan jejaknya di daerah kota tua yang menjadi rumah etnis asli Uighur.
Di kawasan ini kebanyakan warga hidup dari berdagang. Mereka membuat aneka kerajinan khas Uighur bagi wisatawan.
Salah satunya adalah "dopa". Dopa adalah topi khas etnis Uighur. Tidak hanya milik pria, dopa juga lazim dikenakan oleh perempuan. Topi ini juga tidak kenal umur, tua muda semua bisa memakainya.
Nuri Maghul adalah salah satu perempuan Suku Uighur yang masih aktif membuat dopa. Selain dopa, Nuri juga menual atlas, kain khas Uighur yang biasa dikenakan pada acara khusus.
Dahulu kala, menjadi sebuah pemandangan biasa melihat dopa jadi bagian dari busana. Kini cuma pria saja yang memakai dopa sehari-hari. Sementara perempuan mengenakan dopa hanya di acara istimewa.
Dopa kini lebih banyak dijual di jalan-jalan untuk buah tangan para wisatawan. Suami Nuri, Muhammad Tursun juga masih membuat makanan khas Uighur, paxmac.
Dulunya Paxmac dibawa bepergian karena dipercaya membawa keselamatan. Tapi sekarang sudah menjadi camilan sehari-hari.
Diawasi Ketat
Di sisi lain, isu Suku Uighur di Provinsi Xinjiang memang sangat sensitif bagi Pemerintah China. Tak heran, meski Suku Uighur terlihat hangat, namun mulut mereka terkunci rapat saat ditanya tentang kebebasan beragama.
Jika muslim di Provinsi Henan dapat hidup nyaman dan merawat akar tradisinya, lain cerita dengan muslim di Kota Kashgar Provinsi Xin Jiang. Kashgar memang eksotik, namun pelik.
Sejak pendudukan Tiongkok di tahun 1949, Kashgar dan seluruh wilayah dalam Provinsi Xin Jiang, resmi ada di bawah naungan otonomi Tiongkok.
Kashgar memang terlihat lebih modern dengan pembangunan di sana sini. Kendaraan bermotor juga berseliweran di mana-mana, menggantikan pedati-pedati tua.
Namun, segala gerak warga Uighur diawasi ketat bahkan saat beribadah. Tim Jazirah Islam menyaksikan saat salat Jumat sudah dekat, tapi suasana di salah satu masjid di salah satu kawasan gurun Taklamakan masih senyap.
Tidak ada panggilan azan, seperti lazimnya sebuah masjid. Selain itu ada satu hal yang membuat heran. Ada CCTV atau kamera pengawas terpasang di depan pintu masuk.
Dan belum lama Tim Jazirah Islam mengambil gambar, beberapa orang melarang untuk melanjutkan. Tidak ada alasan yang keluar dari mulut mereka. Mereka hanya menyuruh kami mematikan kamera.
Usut punya usut, ternyata mereka adalah mata-mata dari kepolisian yang sedang menyamar. Para aparat ini ditugaskan untuk mengawasi masjid setiap Jumat.
Tidak lama serombongan aparat lain datang. Informasi tentang kedatangan Tim Jazirah Islam begitu cepat. Dua petugas dari kepolisian datang menghampiri, mereka meminta kelengkapan surat-surat dan mendokumentasikannya dengan telepon genggam.
Untung saja aparat tidak menggelandang tim "Jazirah Islam" ke kantor polisi. Mereka hanya meminta segera meninggalkan tempat ini.
Tidak hanya gerak tamu yang dibatasi, aparat juga tidak mengizinkan muslim berkumpul di masjid di luar waktu salat. Tidak heran, semua masjid yang ada di wilayah Kashgar selalu tampak lengang. Sebuah ironi ketika menelusuri kehidupan muslim di kota mayoritas pemeluk Islam.
Tidak hanya masjid, sekolah Islam juga kehilangan nyawa di Kashgar. Tidak ada lagi satupun madrasah berdiri di sini. Pemerintah mencabut izin berdiri sekolah-sekolah Islam di Kashgar.
Setelah ditutup, pemerintah kemudian membeli gedung sekolah dan membiarkannya telantar. Hanya sekolah umum diperbolehkan berdiri di Kashgar yang semuanya dikelola oleh pemerintah.
Sekolah pemerintah hanya mengajarkan pengetahuan umum dan tidak ada pelajaran agama. Agama hanya boleh diajarkan di rumah, itupun dibatasi dengan ketat.
Bahkan murid muslim juga dilarang berpuasa. Warung dan rumah makan juga wajib buka saat Ramadan. Jika tidak, akan ada sanksi dari aparat.