![]() |
New York, Info Breaking News – Setidaknya ada 70 negara yang mendesak agar Korea Utara (Korut) segera membongkar senjata nuklir dan rudal balistiknya.
Puluhan negara tersebut mengecam Korut yang dianggap terus-terusan memberi ancaman terhadap perdamaian dunia.
Seperti diwartakan AFP, Sabtu (11/5/2019) sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS), Korea Selatan, dan sejumlah negara dari kawasan Asia, Amerika Latin, Afrika dan Eropa ikut menandatangani desakan yang dicetuskan oleh Perancis tersebut.
Namun, negara-negara seperti China dan Rusia yang diketahui turut mendukung Korut, tidak turut serta menandatangani desakan tersebut.
Diketahui, dalam sepekan terakhir Korut sudah dua kali melakukan peluncuran rudal. Para pengamat menilai Korut kini berada di antara dua hal, yakni meningkatkan tekanan pada AS dan berupaya mempertahankan posisi dalam perundingan nuklir.
Menurut sumber diplomatik di kalangan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), ada sekitar 15 negara yang diminta menandatangani pernyataan yang isinya meminta agar Korut melucuti persenjataannya usai peluncuran rudal terbaru dilakukan.
"Dengan tegas menyesalkan ancaman besar dan tak berkesudahan bagi perdamaian dan keamanan kawasan dan internasional, yang diberikan oleh program senjata nuklir dan rudal balistik yang terus berlanjut yang telah dikembangkan Republik Demokratik Korea (DPRK)," bunyi pernyataan tersebut.
"Kami mendorong DPRK untuk menghindari provokasi apapun. Kami juga menyerukan kepada DPRK untuk terus melanjutkan diskusi dengan Amerika Serikat soal denuklirisasi," imbuh pernyataan itu.
Pada Kamis (9/5/2019) waktu setempat, Korut menembakkan dua rudal jarak pendek buatannya yang dilaporkan jatuh ke laut. Peluncuran ini menjadi aktivitas rudal kedua Korut dalam sepekan terakhir, setelah pada Sabtu (4/5/2019) lalu Korut menggelar latihan militer yang juga melibatkan peluncuran rudal.
Aksi Korut yang kembali menggelar uji coba rudal ini menjadi yang pertama sejak November 2017, saat pemimpin Korut Kim Jong-un menawarkan perundingan pada Korsel dan AS, yang kemudian berujung dua kali pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump dan tiga kali pertemuan dengan Presiden Korsel Moon Jae-in. ***Armen